Wanita Lebih Baik dan Lebih Banyak di Rumah
Menetap
dan tinggalnya wanita di rumah merupakan perkara yang disyariatkan oleh AllahTa’ālā.
Allah Ta’ālā berfirman, “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu,”
(QS. Al-Ahzab:33). Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullāh menjelaskan
bahwa makna dari ayat tersebut adalah menetaplah kalian di rumah kalian sebab
hal itu lebih selamat dan lebih memelihara diri kalian.Tinggalnya wanita di
rumah berarti dia melaksanakan urusan rumah tangganya, memenuhi hak-hak suami,
mendidik anak-anaknya, dan menambah amal kebaikan. Sedangkan wanita yang sering
keluar rumah, akan membuatnya lalai dari kewajiban.Wanita yang sering keluar
rumah, dapat menimbulkan fitnah. Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa
sallam bersabda, “Takutlah kalian dengan fitnah dunia dan fitnah
wanita. Sesungguhnya fitnah terhadap bani Israil terjadi dari wanita,” (HR.
Muslim). Dalam sabdanya yang lain, “Tidak aku tinggalkan fitnah yang paling
berbahaya sepeninggalanku bagi laki-laki melebihi fitnah wanita,” (HR.
Bukhari).Hendaknya sebagai wanita kita harus senantiasa menjaga diri agar tidak
menimbulkan fitnah, Karena jika seorang wanita keluar rumah maka setan akan
menghiasinya dan membuat orang lain indah memandangnya.Kendati demikian, wanita
boleh keluar rumah jika ada kebutuhan. Rasulullah bersabda, “Telah diizinkan
bagi kalian kaum wanita keluar rumah untuk keperluan dan kebutuhan kalian,”
(HR. Al-Bukhari).Banyak di rumah bukan berarti wanita akan menjadi “katak dalam
tempurung”. Di dalam rumah dia bisa melakukan aktivitas bermanfaat untuk
kehidupan dunia-akhiratnya.
Tanggung Jawab Wanita dalam Rumah Tangga
Tanggung jawab seorang istri dalam rumah tangga yang utama ada
dua yaitu sebagai pendamping suami dan pemelihara anak-anak.
Pertama, sebagai pendamping suami yaitu mendampinginya dalam setiap
situasi dan kondisi serta menyenangkan hati suami, termasuk menyiapkan segala
kebutuhannya.Ia pun wajib melayani suami kapan saja suaminya menginginkannya,
menyiapkan makan, mencuci baju, membersihkan rumah, dan sebagainya. Jangan
pernah menganggap remeh pekerjaan tersebut, karena dengan niat yang ikhlas
setiap pekerjaan tersebut akan berbuah pahala.
Kedua,
sebagai pemelihara anak-anak. Anak adalah titipin Allah Ta’ālā yang
kelak orangtuanya akan diminta pertanggungjawabannya. Ibu berkewajiban
memberikan perawatan dan pendidikan yang baik bagi anaknya. Di dalam Ash-Shahihain dari
Abdullah bin Umar Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda,
“Kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan diminta
pertanggungjawaban, seorang imam adalah pemimpin dan ia nanti akan
diminta pertanggungjawaban, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya
dan ia nanti akan diminta pertanggung jawabannya, seorang wanita adala pemimpin
di rumah suaminya dan ia nanti akan diminta pertanggungjawabannya.”
Dari keterangan di atas nampak jelas bahwa setiap insan yang ada
hubungan keluarga dan kerabat hendaknya saling bekerja sama, saling menasihati,
dan turut mendidik keluarga. Yang paling utama adalah orang tua kepada anak,
karena anak sangat membutuhkan bimbingan kedua orang tuanya. Orang tua
hendaknya memelihara fitrah anak agar tidak terkena noda syirik dan dosa-dosa
lainnya. Ini adalah tanggung jawab yang besar dan kita akan diminta
pertanggungjawaban atasnya.
Mendidik Anak di Rumah juga Berkarir
Mungkin dewasa ini banyak yang meremehkan pekerjaan sebagai ibu
rumah tangga karena pekerjaan tersebut tidak bisa menghasilkan uang. Padahal
waktu dia sekolah dulu orang tuanya telah mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit. Menjadi ibu rumah tangga memang tidak menghasilkan uang, tetapi dengan
ilmu dan kesabaran seorang ibu rumah tangga yang baik sesungguhnya adalah
sebuah karir. Ia akan menghasilkan anak-anak yang shalih/shalihah serta
keluarga yang sakinah yang akan membantu meraih kebahagiaan hakiki di akhirat
nanti.
Beberapa hal yang perlu dilakukan orang tua dalam mendidik anak
antara lain: menanamkan ajaran tauhid sejak kecil, mengajari anak agar pandai
bersyukur, mendidik agar berbakti kepada orang tuanya, mengajarkankan apa saja
yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah, menanamkan rasa cinta kepada
Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam, keluarga Rasulullah,
Al-Qur`an, dan As-Sunnah, mendidik anak dengan akhlak terpuji, dan lain
sebagainya. Jika kedua orang tua menginginkan kemuliaan anak-anaknya, hendaknya
keduanya bersungguh-sungguh dalam mendidik anak-anaknya dengan pendidikan
islami dan mengajarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Anak adalah aset yang menguntungkan bagi orangtuanya di akhirat
jika di dunia dia menjadi anak yang shalih/shalihah.Termasuk sebab diangkatnya
derajat kedua orang tua adalah anak shalih yang mendoakan keduanya.
Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Jika
anak adam mati, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: shadaqah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya,” (HR
Muslim). Jika seorang anak telah dididik dengan baik, berperilaku mulia, maka
ia akan bermanfaat bagi agama dan umat.
Bantahan terhadap Pendapat Kaum Feminis dan Penyetara Gender
Islam adalah agama yang adil. Allah Ta’ālā menciptakan
bentuk fisik dan tabiat wanita berbeda dengan pria sehingga mereka memiliki
peran berbeda dan tidak dapat disejajarkan. Allah Ta’ālāberfirman
yang artinya, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka.Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah
lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka),” (QS. An-Nisā’: 34).
Pada asalnya, kewajiban mencari nafkah bagi keluarga merupakan
tanggung jawab kaum lelaki. Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullāh berkata,
“Islam menetapkan masing-masing dari suami dan istri memiliki kewajiban yang
khusus agar keduanya menjalankan perannya masing-masing sehingga
sempurnalah bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah. Suami berkewajiban
mencari nafkah dan penghasilan sedangkan istri berkewajiban mendidik
anak-anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui, dan mengasuh mereka, serta
tugas-tugas lain yang sesuai baginya seperti mengajar anak-anak perempuan,
mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka serta pekerjaan lain yang khusus
bagi kaum wanita. Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam rumahnya,
berarti ia telah menyia-nyiakan rumah serta para penghuninya. Hal tersebut
dapat menyebabkan kerusakan dalam keluarga baik secara hakiki maupun maknawi.”
Para wanita muslimah hendaknya tidak terpengaruh dengan
orang-orang yang meneriakkan isu kesetaraan gender sehingga timbul rasa minder
terhadap wanita-wanita karir dan merasa rendah diri dengan menganggur di rumah.
Padahal banyak pekerjaan mulia yang bisa dilakukan di rumah. Di rumah ada
suami yang harus dilayani dan ditaati, juga anak-anak yang harus dididik
dengan baik, ada harta suami yang harus diatur dan dijaga sebaik-baiknya, dan
ada juga pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang harus diselesaikan. Semua ini
pekerjaan yang mulia dan berpahala di sisi Allah Ta’ālā. Kaum
wanita di negara Barat banyak yang berkarir dalam segala bidang sehingga
melalaikan kewajiban mereka untuk mengurus dan mendidik anaknya sebagai
generasi penerus. Selanjutnya rusaklah tatanan kehidupan masyarakat mereka.
Tidak berhenti di sini, mereka juga ingin kaum wanita di negara kita rusak,
sebagaimana kaum wanita mereka rusak lahir batinnya. Di antara langkah awal
menuju itu adalah dengan mengajak kaum wanita kita dengan berbagai cara agar
mau keluar dari rumah mereka.
Berikut ini ada salah satu pendapat orang Barat tentang rusaknya
tatanan masyarakat mereka. Samuel Smills berkata, “Sungguh aturan yang
menyuruh wanita untuk berkarir di tempat-tempat kerja, meski banyak menghasilkan
kekayaan untuk negara, tapi akhirnya justru menghancurkan kehidupan rumah
tangga, karena hal itu merusak tatanan rumah tangga, merobohkan sendi-sendi
keluarga, dan merangsek hubungan sosial kemasyarakatan, karena hal itu jelas
akan menjauhkan istri dari suaminya, dan menjauhkan anak-anaknya dari
kerabatnya, hingga pada keadaan tertentu tidak ada hasilnya kecuali merendahkan
moral wanita, karena tugas hakiki wanita adalah mengurus tugas rumah
tangganya…”.
Para wanita muslimah hendaknya selalu ingat bahwa kelak
pada hari kiamat mereka akan ditanya tentang amanah tersebut yang
dibebankan kepadanya. Namun demikian, jika dalam kondisi tertentu menuntut
wanita untuk mencari nafkah, diperbolehkan baginya keluar rumah untuk bekerja,
namun harus memperhatikan adab-adab keluar rumah sehingga tetap terjaga
kemuliaan serta kesucian harga dirinya.
Kegiatan Positif Ibu Rumah Tangga
Di dalam rumah banyak kegiatan yang positif dan bermanfaat yang
dapat dilakukan wanita, seperti berdzikir, membaca Al-Qur`an, shalat, membaca
buku, menulis, membuat kerajinan, bisnis di dalam rumah, dan sebagainya.Wanita
yang lebih banyak tinggal di dalam rumah bisa lebih mendekatkan diri kepada
Allah.
Para wanita muslimah, tetaplah bangga menjadi ibu rumah tangga.
Bangunlah surga melalui rumahmu. Wallāhu a’lam.
***
Referensi:
1. Untukmu Muslimah
Kupersembahkan Nasihatku karya Ummu ‘Abdillah al Wadi’iyyah
2. Surgamu Ada di
Rumahmu karya
Ummu Haunan
3. Muslim.or.id
———————–
Artikel Buletin Zuhairoh untuk muslimah.or.id
0 komentar:
Posting Komentar